jurnalnesia.com – Sanksi bagi pemerintah daerah yang menolak melaksanakan ketentuan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri mengenai seragam dan atribut di sekolah terus diingatkan oleh pelaksana tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Hendarman.
Peringatan tersebut dikemukakan oleh Hendarman dalam merespon tanggapan Wali Kota Pariaman, Sumatera Barat, Genius Umar yang menyatakan bahwa dirinya tidak akan mengikuti ketentuan dalam SKB itu di sekolah-sekolah wilayah Pariaman.
Hendarman mengungkapkan bahwa sanksi itu sendiri sudah diatur dalam salah satu poin SKB. Hendarman juga menjelaskan bahwa sanksi tersebut diberikan secara berjenjang.
Hendarman lebih lanjut meminta kepada pemerintah daerah maupun kepala sekolah agar dapat menerapkan ketentuan yang ditetapkan dalam SKB itu.
Jika nantinya terdapat kritik yang menginginkan SKB direvisi, menurutnya harus melalui persetujuan tiga kementerian.
Menteri Pendidikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebelumnya telah menandatangani SKB 3 Menteri terkait seragam sekolah sebagai respon kelanjutan kasus di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat.
Dalam surat tersebut terdapat enam ketentuan yang diatur soal seragam. Beberapa ketentuan di antaranya melarang pemerintah daerah dan sekolah untuk mewajibkan atau tidak memperbolehkan seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
Selain itu, SKB juga mengharuskan kepala daerah dan kepala sekolah mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lambat 30 hari sejak keputusan SKB ditetapkan.
Merespons aturan SKB itu, Wali Kota Pariaman Genius Umar secara jelas mengakui bahwa dirinya tidak akan menerapkan ketentuan dalam SKB itu di sekolah-sekolah wilayah Pariaman.
Pada website resmi Kota Pariaman, ia menjelaskan alasan mengapa dirinya tidak akan menerapkan keputusan SKB tersebut. Dirinya menjelaskan bahwa kasus masalah soal seragam dan atribut agama di lingkungan sekolah tidak ada di wilayah Pariaman.
Ia menambahkan bahwa hal ini disebabkan oleh masyarakat Pariaman yang homogen. Hal inilah yang membuatnya merasa tidak perlu menerapkan apa yang telah diputuskan dalam SKB tiga menteri.